Melalui chatbots, bisnis memiliki kesempatan untuk memulai
pembicaraan langsung dengan target konsumer mereka dengan sangat
personal.
Uji coba sistem pembayaran melalui messenger yang dilakukan Facebook
di Thailand menandakan semakin bertumbuhnya potensi social commerce
di Asia Tenggara. Seiring dengan dominasi messaging
sebagai bentuk interaksi sosial, tidak mengherankan apabila bisnis
juga mulai beralih ke platform ini untuk memberi informasi, memahami,
dan berjualan kepada pelanggan mereka. Tahap berikutnya dari revolusi
teknologi ini jelas: robot otomatis yang bisa berinteraksi dengan
pelanggan untuk mendorong dan memfasilitasi penjualan, menirukan
percakapan manusia dan melakukan tugas berulang-ulang.
Butuh bantuan untuk menemukan sepatu yang cocok dengan sebuah
pakaian? Bayangkan bisa mengetik “sepatu apa yang cocok dengan
pakaian ini ?” diikuti dengan foto pakaian yang Anda kenakan,
dan hanya tinggal menunggu algoritma yang bisa langsung menganalisis
dan memberikan tiga pilihan berbeda sesuai dengan kriteria Anda.
Bayangkan bisa menyelesaikan pembelian Anda tanpa harus meninggalkan
aplikasi messaging tersebut. Bisnis menyediakan pelanggan sebuah
layanan yang nyaman, hemat waktu, dan mudah digunakan. Win win.
Di mana posisi chatbot saat ini?
Ada banyak tipe chatbot di lingkungan ecommerce saat ini yang dibuat
untuk melayani kebutuhan yang berbeda seperti; menjawab pertanyaan
pelanggan, menyediakan rekomendasi produk, dan menyederhanakan proses
pembelian. Di bawah ini adalah beberapa contoh yang tersedia saat
ini:
Facebook Messenger
Saat Facebook mengumumkan integrasi kemampuan ecommerce ke dalam
aplikasi messenger populer mereka pada konferensi developer F8 di
bulan April lalu, CEO Mark Zuckerberg mendemonstrasikan bagaimana
mudah dan cepatnya proses mengirimkan bunga. Menggunakan
1-800-Flowers, pengguna diberikan saran memilih bunga untuk berbagai
macam acara (“Terima Kasih”, “Ulang Tahun” dan “Cinta dan
Romantis”), dan semua detail didapatkan langsung melalui tampilan
chat.
Banyak bisnis sudah menginvestasikan nominal yang besar dari anggaran
marketing mereka untuk memiliki halaman Facebook yang engaging dan
personal untuk melengkapi brand mereka dan mendorong trafik ke
website. Ini juga merupakan transisi yang logis bagi mereka bagi
mereka untuk juga mengadopsi chatbot dalam aplikasi nativemessaging
milik Facebook.
Kik
Kik adalah platform sosial media lainnya yang telah menjadi semakin
populer di AS dengan lebih dari 270 juta pengguna. Layanan
chatbot-nya telah menarik perhatian banyak perusahaan terkenal –
salah satunya adalah makeup retailer, Sephora. Layanan chatbot mereka
tidak saja menyediakan metode bagi pengguna untuk berbelanja produk,
tetapi juga memungkinkan mereka untuk bertanya apapun tentang
kecantikan, ulasan makeup, rekomendasi produk, dan tips. Interaksi
ini juga dihiasi oleh emoji yang membuat balasan otomatisnya terlihat
seperti dilakukan oleh perwakilan manusia sebuah brand.
WeChat
Dengan lebih dari 760 juta pengguna aktif bulanan, WeChat telah
memposisikan dirinya sebagai aplikasi messaging yang dominan di Cina.
Namun, fitur-fitur yang tersedia dalam WeChat telah jauh melampaui
chatting. Tanpa harus meninggalkan aplikasi, beberapa hal yang bisa
dilakukan pengguna adalah; memesan makanan, memesan taksi, membuat
janji dengan dokter, mengikuti akun brand favorit mereka dan membayar
tagihan. Melalui WeChat, Nike menciptakan chatbot yang menyediakan
berita dan update perusahaan kepada penggemar, serta secara konsisten
berkomunikasi dengan pengguna.
Pertumbuhan Penetrasi Internet
Faktor utama yang mendorong ecommerce dan revolusi chatbot di Asia
Tenggara adalah pertumbuhan jumlah orang yang menggunakan internet.
Pengguna internet yang berjumlah 199 juta di tahun 2014 diprediksi
akan meningkat menjadi 294 juta pengguna pada 2017. Dari 150 juta
konsumen digital yang mencari produk secara online, dua pertiga dari
mereka akan melanjutkan melakukan pembelian di sana.
Mobile adalah Raja
Bagi para pengguna, metode tradisional ecommerce – membuka browser,
menavigasi melalui banyaknya halaman dan barang, dan memilih detail
barang untuk check out – terasa membosankan dan tidak alami di
mobile karena ukuran layarnya yang kecil dan kemampuan multitask yang
terbatas. Bisnis perlu mencari solusi alternatif yang bisa memastikan
bahwa proses pembelian bisa dilakukan sesederhana mungkin di
perangkat seperti ini. Tampilan chatbot memanfaatkan prilaku pengguna
yang telah mengadopsi telepon seluler: melakukan percakapan, di mana
saja, kapan saja.
Pertempuran Aplikasi
Berkat pengenalan iPhone pada tahun 2007 lalu, aplikasi memainkan
peran besar dalam membentuk teknologi serta berkontribusi terhadap
ketergantungan kita pada ponsel. Yang kemudian menjadi masalah adalah
konsumen tidak lagi ingin mencoba aplikasi baru dan menyadari bahwa
mereka tidak memerlukan begitu banyak aplikasi.
Bukan saja memerlukan biaya yang mahal untuk membangunnya, memerlukan
biaya mulai dari $50.000 sampai $1.000.000, namun juga diperlukan
investasi untuk memasarkan aplikasi tersebut dan membuat pengguna mau
mengunduh dan menggunakan aplikasi tersebut secara teratur. Dengan
kejenuhan aplikasi baik pada iOS maupun Android serta terbatasnya
aplikasi alat pencarian, semakin sulit pula bagi para pemain baru
untuk muncul ke permukaan.
Pengguna smartphone menghabiskan kebanyakan waktunya di satu
aplikasi, yang berarti, sebagai bisnis, di sanalah Anda harus berada.
Messaging: Sebuah platform baru
Membuat chatbot di dalam sebuah aplikasi messaging menjadi menarik
karena sudah ada pihak lain yang melakukan sebagian besar dari kerja
kerasnya untuk Anda. Di Asia Tenggara, ada lebih dari 73 juta orang
yang menggunakan aplikasi LINE. Chatbot yang terintegrasi memberikan
bisnis kesempatan untuk langsung menjangkau jumlah pengguna yang
besar ini tanpa memaksa pelanggan potensial untuk mengunduh aplikasi
lain lagi.
“Messaging apps are the platforms of the future, and bots will
be how their users access all sorts of services.”
— Peter Rojas, Entrepreneur in Residence at Betaworks
— Peter Rojas, Entrepreneur in Residence at Betaworks
“Aplikasi messaging adalah platform yang akan digunakan di masa
depan dan bot akan menjadi cara penggunanya mengakses semua layanan
yang ada.” – Peter Rojas, Pengusaha di Betaworks
Lebih lanjut lagi, perusahaan-perusahaan ini juga menyediakan
developer API sehingga lebih mudah bagi para perusahaan untuk membuat
bot mereka sendiri karena kebanyakan tidak memiliki kemampuan teknis
atau sumber daya yang dibutuhkan untuk membangun chatbot cerdas dari
awal. Sebagai gantinya, platform ini dipenuhi dengan data pelanggan;
mimpi bagi semua marketer.
Dengan keserbagunaan yang jelas terlihat melalui iklan Facebook yang
memungkinkan perusahaan untuk menargetkan penerimanya berdasarkan apa
pun, mulai dari lokasi hingga ke minat, bayangkan tingkat
personalisasi dan segmentasi yang bisa dimungkinkan melalui ekstensi
Messenger mereka.
Ekonomi Asia Tenggara sudah sangat terlibat dalam sosial commerce,
marketplace yang dibangun dalam dinding-dinding media sosial. Menurut
sebuah studi dari Bain & Company yang dirilis tahun ini, lebih
dari 80% dari konsumen digital menggunakan media sosial atau aplikasi
messaging untuk meneliti produk dan berhubungan dengan penjual.
Selain itu, penjualan sosial menyumbang hingga 30% dari keseluruhan
transaksi online.
Thailand memiliki pasar C2C terbesar di dunia dengan lebih dari 50%
responden penelitian mengatakan bahwa mereka membeli barang-barang
yang melalui jaringan sosial seperti Facebook dan Instagram.
Keajaiban chatbots adalah bahwa mereka mampu meniru esensi percakapan
perdagangan. Diatur dalam tampilan yang sama, pengguna dapat
berbicara dengan bot dengan cara yang sama dengan ketika mereka
berbicara dengan penjual manusia melalui serangkaian pertanyaan dan
jawaban. Dalam situasi seperti ini, algoritmanya bahkan bisa
diciptakan untuk mensimulasi dialog tawar menawar yang terjadi dalam
transaksi sehari-hari.
Jalan Masih Panjang
Melalui chatbots, bisnis memiliki kesempatan untuk memulai
pembicaraan langsung dengan target konsumer mereka dengan sangat
personal. Interaksi brand-to-customer adalah sesuatu yang belum
pernah benar-benar scalable sampai sekarang. Meskipun chatbot tidak
dapat menggantikan tampilan dengan beragam fitur seperti yang
disediakan oleh sebuah situs web, mereka menjembatani kesenjangan
antara fungsionalitas dan kenyamanan.
“Every brand is going to move into the mobile commerce space
very quickly. In the next years, we will probably see 20-30% of the
big brands having their own bots in chat apps, starting with
Facebook’s messenger platform.” — Pat Wattanavinit, Product
Manager at aCommerce
“Setiap brand akan pindah ke ruang mobile commerce dalam waktu
yang singkat. Kita akan melihat 20-30% brand besar akan memiliki
bot-nya sendiri di berbagai aplikasi chat, di mulai dari platform
Messenger milik Facebook.” – Pat Wattanavinit, Product Manager di
aCommerce
Keadaan fungsi chatbot saat ini masih cukup linear dan kaku, terlalu
dini bagi perusahaan untuk benar-benar menggantikan customer
representatives mereka. Beberapa pengguna melaporkan bahwa percakapan
yang terjadi saat ini memfrustasikan dan lambat karena pemahaman dan
kemampuan bot yang terbatas, bayangkan ini seperti interaksi Anda
dengan Siri.
Chatbot tidak akan benar-benar menjadi sangat berharga dan memuaskan
sampai AI (artificial intelligence) mampu mencapai tingkat pemahaman
manusia, namun hal itu adalah sebuah cerita yang berbeda.
Demikian artikel yang disalin sebagian oleh https://meemcode.blogspot.com/ untuk anda dari : https://dailysocial.id/post/kemunculan-chatbot-membidik-tren-chat-commerce-di-asia-tenggara/
0 Comments